Senin, 22 Agustus 2016

Sekar BUMN Desak Menkominfo Kaji Ulang Kebijakan

Sekar BUMN Desak Menkominfo Kaji Ulang Kebijakan
Senin, 22/08/2016


Sumber:http://inet.detik.com/
NewsBreaking21-Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara didesak mengkaji ulang kebijakan-kebijakan yang dinilai terlalu pro terhadap operator telekomunikasi asing yang beroperasi di Indonesia.

Desakan itu disampaikan oleh Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis terkait rencana pemerintah merevisi kebijakan biaya interkoneksi dan Revisi Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (PP No.52 Tahun 2000) serta Peraturan Pemerintah tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (PP No.53 Tahun 2000).

"Janji pemerintah untuk membeli kembali Indosat belum terlaksana, Menkominfo malah akan menerapkan kebijakan yang berpotensi merugikan satu-satunya BUMN telekomunikasi di Indonesia yaitu Telkom dengan rencana kebijakan perhitungan biaya interkoneksi, network sharing, dan spectrum sharing," ujar Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis Wisnu Adhi Wuryanto dalam pernyataan tertulisnya, Senin (22/8/2016).

Terkait kebijakan biaya interkoneksi, Wisnu menyoroti, di samping prosesnya yang menurutnya terburu-buru, sehingga azas kepatutan penandatangan diabaikan. Apalagi, dengan kondisi tanpa adanya Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), ia menilai, seharusnya tidak layak seorang Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen menandatanganinya.

"Isi surat tersebut juga terkesan membingungkan dimana seorang pejabat Negara harusnya paham kebijakan yang dikeluarkannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku," lanjut Wisnu.

Terkait dengan penetapan biaya interkoneksi Rp 204, disebutnya tidak mencerminkan keadilan. Apalagi kata dia, penetapan tarif di bawah biaya yang harus ditanggung Telkom karena terlanjur membangun jaringan hingga ke pelosok tetapi masih di atas biaya operator-operator asing yang malas membangun jaringan sampai pelosok.

"Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi Federasi, kenapa kebijakan tersebut menguntungkan asing dan merugikan BUMN," ketus Wisnu.
.
Terkait Kebijakan Revisi PP 52 dan 53 yang berisi network sharing dan spectrum sharing, Wisnu juga mengaku menyoroti prosesnya yang ia nilai tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan, yaitu UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Hal ini, kata dia, dikarenakan tidak terpenuhinya hak masyarakat untuk memberikan masukan baik lisan maupun tulisan dalam proses pembentukan kedua Rancangan Revisi PP tersebut, mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan. Sehingga ia mengatakan, pembentukan kedua rancangan Revisi Peraturan Pemerintah tersebut tidak baik.

Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis juga berpendapat, rencana pemerintah memaksakan network sharing berpotensi merugikan BUMN telekomunikasi yang sudah membangun, sementara di sisi lain menguntungkan operator milik asing, yang kata dia, malas membangun.

Kemudian, spektrum sharing juga ditegaskan oleh Wisnu, dapat mengakibatkan jual beli spektrum frekuensi radio. Seyogyanya, menurut dia, sumber daya alam terbatas ini dikelola dengan baik untuk tujuan efisiensi.

"Jika melihat kondisi di lapangan, kedua rancangan tersebut berpotensi merugikan satu-satunya BUMN telekomunikasi di Indonesia, bahkan bisa mengancam keamanan dan ketahanan negara," sesalnya.

Sementara Ketua Umum Serikat Karyawan Telkom Asep Mulyana menyatakan menolak Kebijakan Biaya Interkoneksi dan Revisi Peraturan Pemerintah PP 52/53 tentang Network Sharing dan Spectrum Sharing karena terkesan dipaksakan.

"Padahal jelas-jelas melanggar rasa keadilan dan dapat merusak tatanan industri telekomunikasi, serta proses maupun isinya bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku di atasnya sertabertentangan dengan semangat pemerataan pembangunan, kemandirian dan ketahanan bangsa," tegasnya.

0 komentar:

Posting Komentar